Minggu, 28 Agustus 2011

Cerpen "Cinta Matematika" Part 2


Malam minggu ini sedikit berbeda dari biasanya. Dewi malam bersinar dengan begitu terang dan bintang-bintangpun saling berkedipan seolah bermain mata denganku. Saat kupandang langit malam itu, yang aku pikirkan saat itu adalah apakah bintang yang kukagumi  saat itu juga bersinar sama halnya dengan bintang-bintang yang ada di langit. Aku hanya bisa berdo’a agar dapat melihat senyum di tidurnya malam ini. “ma, pa, adek pergi dulu ya..” kata adik cowokku. “ia, hati-hati. Jangan pulang malam.” Kata orang tuaku. “tak kerumah si kawan bang? Yasinan.. haha..” sindir adikku. “udah kok, kemaren malam jum’at yasinannya. Kamu kan malam mingguan jalan-jalan, nah abang malam jum’atan tapi yasinan. Hehe..” balasku sambil sedikit tertawa. “ya udahlah bang. Adek pergi dulu, pokoknya kalau dah jadian ditunggu pj nya yaa.. haha.. yok bang, assalamu’alaikum” kata adikku sambil menghidupkan motornya. “ hepelehh.... haha.. oke wa’alaikumsalam. Hati-hati..” balasku. Itulah sindiran yang kudapat dari adikku saat malam minggu tiba, meskipun itu hanya canda saja namun secara tidak langsung menyadarkanku. Aku tidak tersinggung ketika adikku menyindirku, karena itulah yang membuat tali persaudaraanku dengannya semakin kuat terikat.

Selain adikku yang cowok, kakakku juga terkadang keluar pada malam minggu, sedangkan adikku yang cewek sering ikut orang tuaku kalau ada acara malam itu. Aku juga malam itu ngedate sama salah seorang teman yang selalu kubawa ke sekolahku, matematika. Ya, karena hari senin aku ada ulangan matematika dan materinya banyak aku harus menyicil belajarnya di malam minggu. Terasa sedikit berbeda memang, namun itulah yang kujalani dan aku merasa nyaman buat ngejalaninnya, meskipun terkadang timbul rasa iri namun segera kusingkirkan dari pikiran.

Setelah aku selesai belajar, aku mencoba mengambil hpku dan mengirim sms ke dinda. Memang agak lama dia membalasnya, mungkin dia sedang sibuk. Namun, aku tidak mempermasalahkan hal itu, sudah dibalas dinda saja syukur, masalah kedepannya gimana itu urusan nanti, yang penting perlahan namun pasti. Aku memang sudah lama suka sama dinda, namun aku belum pernah mengungkapkan apa yang ada di dalam hati karena aku masih belum merasa yakin apakah dia juga mempunyai perasaan yang sama denganku ataukah hanya sebatas teman saja. Terkadang aku bisa merasakan kalau dia juga suka padaku, namun terkadang juga dia sering menanggapiku dengan biasa-biasa saja. Oleh karena itulah aku masih belum yakin apa sebenarnya yang ada di dalam hatinya yang sulit untuk ditebak, seperti sebuah bilangan yang dibagi dengan 0 yang tidak akan terdefinisi hasilnya, begitu juga dengan isi hati dinda. Namun, aku tidak peduli dengan hal itu, yang penting selama fungsi kuadrat di hatinya masih mempunyai akar-akar yang real dan bukan tak hingga aku masih berusaha mencari hasilnya sekalipun sampai menggunakan rumus ABC yang pernah diajarkan oleh guru matematikaku.
***

Selalu ada cara agar aku bisa dekat dengannya. Mungkin dapat dikatakan saat itu aku sedang pdkt, begitulah yang dikatakan oleh teman-temanku. Yang aku tau, kalau pdkt itu dapat dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih. Aku juga sudah mencoba melakukannya, namun dinda ini sedikit berbeda orangnya. Dia tidak begitu suka dengan cowok yang terlalu rajin memberi perhatian kepadanya, dia menganggap itu sedikit berlebihan meskipun dia tidak pernah mengatakan itu secara langsung. Dinda tetap menghargai kalau ada cowok yang memberi perhatian yang lebih kepadanya, dan secara perlahan ia memberi pengertian agar tidak terjadi kesalahpahaman. Seperti saat aku menyelesaikan fungsi limit yang berbentuk akar yaitu dengan mengalikan faktor sekawan, aku juga mencoba mendekati teman-temannya menanyakan apa yang dia sukai dan apa yang dia benci. Sampai aku mengetahui bahwa ia menyukai warna cokelat. Karena warna itu yang dia sukai, jadi di hari jum’at dia sering memakai jilbab putih dan bros yang berwarna cokelat.

Teman-teman sekelasku mendukung apa yang aku lakukan. Namun, terkadang mereka merasa jengkel kenapa aku masih belum juga mengungkapkan perasaanku pada dinda. Dengan ketenangan aku memberi pengertian kepada mereka. Ada juga temanku yang menyarankanku untuk berpindah hati. Namun, seperti nilai maksimum kurva y = sin x yakni 1, begitu juga dengan dinda yang hanya satu diciptakan oleh Tuhan di dunia ini. Memang masih banyak ikan di laut, namun apakah aku masih dapat bertemu dengan ikan yang sama yang pernah kutemui sebelumnya, mungkin yang mendekati ada tapi aku rasa pasti akan berbeda meskipun hanya sekecil jari-jari elektron dalam suatu inti atom.
***

Suatu malam yang dingin, aku tidur lebih awal karena aku kecapean. Tadi pagi aku pulang telat dari sekolah karena ada pertandingan futsal di sekolah yang sudah menjadi rutinitas tahunan di sekolahku. Karena itu, sehabis aku melaksanakan sholat isya, aku tertidur dengan pulasnya. Namun beberapa jam kemudian, aku dibangunkan oleh lagu nasyid yang menjadi nada smsku saat itu. Pada awalnya aku malas untuk membuka sms itu, namun ketika kulihat di layar hp aku langsung kaget. Ternyata dinda yang mengirim sms, dia mau minjam buku matematikaku karena besok dia mau ulangan. Langsung aku balas sms itu dan akupun langsung mencuci muka dan segera pergi kerumahnya. Ketika di perjalanan aku teringat bahwa aku juga ada ulangan matematika besok. Sesaat aku menjadi binggung apa yang harus aku katakan kepada dinda. Aku takut malam ini dia tidak bisa belajar dan besok dia tidak bisa mengerjakan soal-soal ulangan yang diberikan oleh gurunya. Dan akhirnya aku mendapat ide, aku singgah ke tempat fotocopy dan aku memfotocopy buku itu sebanyak materi yang akan diuji saat ulangan besok.

Sesampainya di rumah dinda, aku melihat pintu rumahnya masih terbuka meskipun sudah malam. Namun, 3 kali aku memberikan salam tidak ada balasannya. Kata ayahku, kalau kita bertamu ke rumah orang mengucapkan salam cukup 3 kali saja. Agar aku bisa meminjamkan buku itu kepada dinda, akupun mengirim sms kepadanya agar dia dapat keluar sebentar untuk mengambil buku yang akan aku pinjamkan kepadanya. “assalamu’alaikum dinda. Afwan, aku di depan rumahmu. Jadi kan minjam bukunya?” kataku lewat sms. “wa’alaikumsalam dhani. Oh iya.. tunggu ya, aku keluar ni..” balasnya. Dan beberapa saat kemudian dinda keluar dari rumahnya. “aduh, maaf ya dhani, udah merepotkanmu, aku belum ada bukunya jadi minjam deh, besok kami ulangan.” katanya. “oh, gak apa kok dinda. Aku senang bisa bantu kamu. Besok jam keberapa emang ulangannya?” tanyaku sambil memberikan buku yang aku pinjamkan kepadanya. “jam pertama dhan, moga aja gak susah” ucapnya. “oh, ya, kapan kalian ulangan?” tanya dinda kepadaku. Saat itu dengan spontan aku menjawab “minggu depan dinda..” kataku. Padahal besok aku juga ada ulangan yang sama dengannya namun berbeda jam pelajaran. “oke deh, aku pulang dulu ya dinda, selamat belajar. Assalamu’alaikum..” kataku sambil naik ke motorku. “ia, makasih ya dhani. Hati-hati ya.. wa’alaikumsalam..” katanya sambil tersenyum kepadaku. Rasanya malam itu aku sangat senang karena bintang yang kukagumi dapat kulihat senyumnya, malam itu seolah sebuah fungsi telah menemukan nilai maksimumnya.

Mungkin sebagian teman-temanku menganggap apa yang aku lakukan ini sedikit berlebihan. Namun, aku tidak memperdulikan hal itu. Seperti suatu program linear yang pernah kupelajari di sekolah mempunyai suatu fungsi objektif yang merupakan fungsi tujuannya, aku juga mempunyai tujuan mengapa aku mau melakukan hal itu kepadanya. Aku hanya ingin besok dia tidak sedih karena tidak mempunyai buku untuk dipelajari malam ini, sedangkan besok dia akan ulangan. Jadi, apa yang selama ini aku lakukan hanya ingin melihat senyumnya. Karena kutahu hal yang paling indah ketika menyayangi seseorang adalah aku dapat melihat senyumnya meskipun senyum yang begitu indah itu bukan untukku.
***

Hari demi haripun berlalu, aku merasa semakin dekat dengan dinda meskipun aku tidak mengetahui apakah makna dari kedekatan itu. Aku semakin sering mengantarnya pulang dan kami juga sering belajar bersama terutama pelajaran matematika yang kebetulan merupakan pelajaran yang kami sukai. Kami pernah mengikuti lomba olimpiade matematika di sekolah dan saat itu aku yang berhasil sampai pada tingkat provinsi. Awalnya aku merasa sedih karena dia belum berhasil saat itu. Namun, dengan motivasi orang tuaku aku kembali berlomba di tingkat provinsi. Di sana aku berharap dia akan mendukungku, namun ternyata belum saatnya. Memang dia mengirim sms kepadaku untuk menyemangati aku saat berlomba namun itu karena salah seorang temanku menyindirnya sehingga dia memberi semangat itu kepadaku. Meskipun begitu aku tetap senang karena dinda masih mau melakukan hal itu.

Setiap harinya aku bertemu dengan dinda dan seperti biasa aku mengucapkan salam kepadanya dan dengan senyum indah yang khas di wajahnya ia menjawab salamku dan itulah yang menjadi salah satu penghapus kesedihanku dan solusi dalam setiap masalahku. Memang dinda jarang membantuku menyelesaikan masalah dan menghapus air mataku disaat aku sedang sedih. Namun, dengan aku melihat senyumnya itu aku sudah merasa tenang sehingga memudahkanku untuk menyelesaikan setiap masalah hidupku, baik itu masalah pelajaran di sekolah maupun masalah keluargaku di rumah. Mungkin dapat dikatakan senyumnya itu adalah daerah himpunan penyelesaian dari masalah pertidaksamaan linear yang sering kuhadapi dalam hidup. Oleh karena itu, aku selalu berusaha melakukan apa yang bisa membuatnya tersenyum meskipun itu sangat berat untuk dijalani. Namun, bagiku kesenangannya juga kesenanganku. Aku memang tidak mengetahui apa yang dinda rasakan. Apakah yang aku rasakan dan yang dinda rasakan dapat menjadi sebuah fungsi komposisi yang dapat menyatu ataukah hanya menjadi sebuah fungsi invers dalam matematika yang kurvanya sama namun berbeda arah dan letaknya. Aku hanya bisa berharap apa yang aku rasakan tidak sama dengan titik pusat suatu persamaan lingkaran sederhana yakni 0,0 yang berarti tidak ada apa-apa. Kalau seandainya memang dinda belum bisa membuka hatinya dan belum mengizinkan aku mengucapkan salam di depan pintu hatinya serta menanamkan benih di sana, aku tetap bersyukur karena dapat mengenal wanita seperti dinda yang belum pernah kutemui sebelumnya. Dan aku berharap suatu saat dapat dipertemukan kembali dengannya atau bertemu seseorang yang mungkin mirip dengannya. Seperti sebuah akar dari bilangan negatif yang merupakan imajiner, begitu juga dengan dinda yang menjadi mimpi indah yang selalu kubayangkan.

Perjalanan cintaku di SMA ini memang sedikit berbeda dan agak rumit. Namun, terkadang juga kisah itu menjadi sesuatu yang unik. Tergantung bagaimana aku menyikapinya. Hidup memang tidak semudah dibayangkan. Sekali lagi, kalau boleh aku kaitkan, hidup itu seperi kurva y = sin x yang dimulai dari titik 0, ada kalanya berada pada nilai maksimum dan ada kalanya berada pada nilai minimum dengan interval tertentu. Begitu juga dengan hidup ini yang kita mulai dari suatu awalan yakni dari 0, ada saatnya kita berada di atas dan ada saatnya juga kita berada di bawah. Saat di atas kita tidak boleh lengah dan saat di bawah kita juga tidak boleh cepat putus asa. Yang jelas kita harus tetap yakin dengan apa yang kita perjuangkan. Begitu juga kisah cintaku yang mungkin penuh dengan perjuangan. Karena matematika aku mulai mengenal artinya cinta, karena matematika aku dapat melihat senyum seseorang yang telah mengajarkanku arti dari sebuah pengorbanan, dan karena matematika juga yang membuat kisah cintaku ini seolah merupakan soal-soal yang harus aku cari himpunan penyelesaiannya, jadi dapat dikatakan cintaku ini dengan sebutan cinta matematika.
-*-*-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar