Minggu, 28 Agustus 2011

Cerpen "Cinta Matematika" Part 1



Ini adalah cerpen yang aku buat saat duduk di kelas 3 SMA. Sebelumnya aku minta maaf, tidak ada maksud untuk menyinggung hati siapa saja, namun ini hanya mengungkapkan apa yg ada di hati saat itu. Dan kayaknya ini cerpen yang terpanjang deh di kelasku waktu itu. Haha.. Selamat membaca :D



Cinta Matematika

“Allahu akbar... Allahu akbar...” suara merdu sang muadzin perlahan terdengar olehku, seolah panggilan itu mengakhiri ekspedisiku sejak malam tadi di dunia mimpi. Dengan kondisi mata yang masih mengantuk, aku mencoba untuk membangunkan diri dan kemudian pergi ke kamar mandi untuk berwudhu dan kemudian melaksanakan ibadah sholat shubuh. Shubuh kali ini terasa sedikit berbeda dan tidak seperti biasanya. Udara segar yang kuhirup hari ini merupakan awal langkahku untuk kembali mengejar cita-cita yang sudah lahir sejak dulu. Seketika aku teringat dengan senyuman seseorang yang secara tidak langsung dan tanpa kusadari menjadi motivasi untuk segera pergi ke sekolah. Waktupun cepat berlalu, akupun mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah hari ini. Setelah itu, kupanaskan motorku dan kemudian menyantap sarapan yang sudah disediakan oleh ibuku. Setelah merasa kenyang, akupun berpamitan kepada kedua orang tuaku. “Dhani pergi dulu ya. Assalamu’alaikum...” ucapku dengan suara lembut sambil mencium tangan kedua orang tuaku. “Iya, hati-hati nak, belajar yang baik. Wa’alaikumsalam...” kata kedua orang tuaku. Dengan do’a dan restu dari kedua orang tuaku itu aku memulai langkah awalku pagi ini. Hari ini aku harus kembali menyusun persamaan kuadrat baru agar mimpi yang berupa cita-citaku itu dapat terwujud nantinya.

Sesampainya disekolah akupun langsung berjalan menuju kelasku yang ada di gedung bagian atas. Sama seperti biasanya, masih sedikit teman-temanku yang datang ke sekolah pagi itu. Kebetulan pada hari itu sedang tidak ada PR, jadi suasana di kelas tidak begitu ramai seperti biasanya. Jika ada PR atau tugas, keadaan di kelas seolah seperti pelajaran sudah dimulai karena masing-masing murid sedang sibuk mengerjakan PR mereka. Hal ini bukan merupakan suatu keanehan, karena memang tidak dapat dipungkiri lagi hal itulah yang sudah menjadi suatu kebiasaan apalagi anak-anak SMA seperti aku ini. Namun, meskipun merupakan suatu kebiasaan buruk yang harus ditinggalkan, justru karena itulah yang membuat suasana di ruangan kelasku tidak sunyi. Kring..kring...kring..., bel tanda masukpun berbunyi, dan akupun duduk di kursiku, siap untuk menimba ilmu hari ini.

Selang beberapa saat kemudian, gurupun masuk ke kelas kami. Pelajaran pertama adalah matematika, sebuah pelajaran yang selalu menjadi sesuatu yang menakutkan bagi siswa SMA. Bahkan salah seorang temanku pernah mengganti kata “matematika” menjadi “mematikan”. Namun, itu hanya gurauan temanku untuk membuat suasana di kelas tidak sunyi. “Oke.. anak-anak.. hari ini kita belajar tentang limit fungsi..” kata guru saat itu. Seketika muncul rasa khawatir di hatiku karena takut tidak dapat mengikuti pelajaran tentang materi tersebut. Namanya saja fungsi limit, berarti mempunyai batas-batas tertentu dalam penyelesaiannya. Untung saja tidak ada pelajaran tentang unlimit fungsi, mungkin itu merupakan materi yang paling susah di SMA karena hasilnya tidak akan ada batasnya. Namun, meskipun pelajaran itu sulit bagiku, mau tidak mau aku harus mencoba untuk memahaminya.

Saat pelajaran sedang berlangsung, tiba-tiba pintu kelas kami berbunyi karena ada yang mengetuknya. “Assalamu’alaikum.. permisi pak mau ngumumin sesuatu.” Suara yang tidak asing lagi kudengar dan ketika kulihat ke arah pintu, ternyata senyuman yang menjadi motivasi belajarku yang kulihat saat itu. Teman-temanku langsung ribut. “ciekkk.ciekkk... mau nyariin dhani ya? Hahaha...” kata teman-temanku sambil melihat aksiku yang sedikit salah tingkah. “apalah kalian ini.. “ kataku sambil tersenyum malu. Cewek berjilbab yang masuk saat itu adalah dinda, seorang anak kelas XII IPA C yang kelasnya tidak begitu jauh dengan kelasku XII IPA A. Dan akhirnya diapun memberikan pengumuman meskipun terkadang kata-katanya terhenti sejenak karena teman-temanku yang usil mengejeknya. Setelah selesai memberikan pengumuman diapun pergi meninggalkan ruang kelas kami. “alaaahhh... dah pergi pulak.. hahaha...” ejek teman-temanku. “ntar ketemu lagi kok. Hehe..” balasku dalam hati.

Aku memang sering diledekin oleh teman-temanku setiap kali cewek berjilbab itu masuk ke kelas. Karena memang saat itu dialah yang sempat lewat di depan pintu pagar hatiku, yang selalu ingin kulihat senyumnya. Banyak teman-temanku yang mungkin menyukai seorang cewek karena kecantikannya, namun aku sendiri merasa bingung mengapa wajahnya yang singgah di pikiranku saat aku belajar di malam hari. Menurutku sendiri, kalau seseorang mengetahui apa yang dia suka dari orang yang ia sukai berarti ia hanya mengaguminya saja. Namun, ketika mereka tidak mengetahui apa yang membuat mereka menyukai seseorang berarti itulah mungkin yang dinamakan cinta.

Pagi itu tak terasa waktu berlalu begitu cepat, pelajaran yang biasanya terasa lama dijalani menjadi seolah hanya sedetik kurasakan, apa karena senyuman mentari pagi yang kulihat di dekat pintu kelasku saat itu ataukah hanya perasaanku saja.
***


Banyak orang yang mengatakan bahwa SMA itu adalah masa-masa yang indah. Karena disaat itulah seseorang sudah mulai menemukan jati dirinya. Di masa itu juga sebuah kata yang mungkin sering kurasakan namun belum dapat dideteksi sudah mulai berkembang. Cinta, mungkin terkesan sedikit aneh namun itulah yang kurasakan. Kata yang sudah tak asing ini dapat membuat seseorang berubah 180 derajat dan juga dapat membuat seseorang memiliki pemikiran yang sangat singkat. Kalau boleh dikaitkan, cinta itu seperti kurva y=tan x dalam pelajaran matematika yang tidak pernah berpotongan sehingga tidak ada ujung dan pangkalnya. Begitu juga dengan cinta, yang datang dengan tiba-tiba tanpa permulaan dan dapat hilang begitu saja tanpa akhir. Jadi, dapat dikatakan di masa SMA itu seseorang sudah mengenal apa yang disebut dengan cinta. Dan tidak dipungkiri lagi seorang bintang sekolah sekalipun secara tidak langsung akan merasakan hal yang sama. Begitu juga diriku yang diciptakan oleh Tuhan dari seonggok tanah, sama dengan teman-temanku yang lainnya. Namun, mungkin bedanya mereka mempunyai sedikit keberanian dan berada selangkah di depanku dalam mengejar satu kata yang bermakna itu.

Dinda, wanita berjilbab yang pernah kukenal ini merupakan bukti bahwa perasaan itu tidak akan dapat dibohongi apalagi dipermainkan. Karenanya aku dapat merasakan masa-masa indah di SMA seperti teman-temanku pada umumnya, karenanya aku mengenal arti sebuah pengorbanan dan karenanya juga aku mengenal apa yang sangat berarti namun sulit untuk dijalani. Aku tidak mengetahui sejak kapan aku mulai suka dengannya, seperti apa yang telah kukatakan rasa itu muncul disaat yang tidak kita duga dan akan hilang begitu saja. Mungkin senyumnya yang membuatku selalu berdo’a di malam hari dan mempunyai semangat untuk pergi ke sekolah di pagi hari. Ah, aku makin bingung sendiri jadinya, yang jelas aku tetap menjalani apa yang sudah menjadi kodratku sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan di bumi ini.

Saat itu kedekatanku dengannya hanya sebatas seorang teman saja tidak lebih dari itu. Namun, tanpa kusadari seolah seperti dua buah kutub magnet yang berbeda jenis muatannya, semakin didekatkan akan saling tarik-menarik, begitulah teori fisika yang pernah kupelajari. Dan mungkin itu juga yang terjadi pada diriku. Pada awalnya aku hanya merasa biasa saja, namun lama-kelamaan aku semakin menyadari sebuah kekuatan tersembunyi mulai menampakkan dirinya. Aku tidak peduli dengan apa yang aku rasakan, yang jelas jangan sampai hal itu mengganggu konsentrasi belajarku di sekolah.

Aku dan dinda sama-sama jurusan ipa sehingga materi yang diberikan oleh guru di sekolah tidak jauh berbeda, sehingga kami juga terkadang belajar bareng kalau ada pelajaran di sekolah yang masih mengganjal di hati. Suatu malam yang terang, hpku bergetar mengisyaratkan bahwa ada sebuah sms yang datang. Ketika kulihat di layar hp, dinda yang mengirim sms itu. Segera kubuka dan kubaca, ternyata dia mengajakku untuk belajar matematika bareng di rumahnya besok pagi. “oke deh dinda.. Jam berapa aku bisa datang kerumahmu?” kataku lewat sms. “besok aku yang sms aja deh, soalnya besok kan hari minggu jadi harus beres-beres rumah dulu deh..” balasnya. “wah.. rajin ya.” Kataku sambil menyisipkan tanda “titik koma tutup kurung” di smsku yang mengisyaratkan hal itu hanya sebuah candaan saja. Cukup lama malam itu kami sms-an sampai akhirnya sms terakhirku tidak dibalas karena dia sudah tertidur. Dan malam itu juga aku membuka buku-buku kelas 1,2, 3 dan mencoba mengulang pelajarannya sebagai persiapanku besok pagi akan belajar bareng di rumahnya.

Keesokan harinya tepat saat ba’da dzuhur dia mengirim sms kepadaku dan mengatakan bahwa aku bisa kerumahnya saat itu. Segera aku berangkat kerumahnya dengan menggunakan motorku. “assalamu’alaikum..”, belum sempat aku mengucapkan salam yang kedua dinda sudah keluar. “wa’alaikumsalam.. dhani. Maaf ni sebelumnya merepotkan. Aku boleh minta tolong anterin ke tempat sodaraku gak? karena ada perlu ni...” katanya kepadaku. “oke.. boleh..boleh.. dengan senang hati.” Kataku sambil sedikit tertawa. “oke deh aku pamitan dulu ya..” kata dinda sambil masuk kerumahnya. Dan akhirnya aku mengantar dinda ke rumah saudaranya, ternyata tidak sampai di situ aja, setelah itu aku mengantarnya ke tempat lain sampai mungkin kira-kira selama 2 jam atau lebih. Dan terakhir aku mengantar dinda ke rumah salah satu temannya untuk meminjam buku. “oke.. abis ni mau kemana lagi?” kataku. “hehe.. udah kita balik aja, udah siap kok.” Katanya sambil sedikit tertawa. Sebenarnya saat itu mungkin aku merasa lelah namun memang benar kata salah seorang temanku yang mengatakan bahwa rasa suka itu bisa memberikan sebuah kekuatan.

Sesampainya di rumah, kami pun langsung memulai rencana kami sebenarnya hari itu yakni belajar bareng. Dengan memulai mengerjakan satu soal matematika, kami mengerjakan bersama-sama. Dinda ialah seorang anak yang cerdas, soal-soal yang mungkin bagi sebagian siswa susah untuk dikerjakan dengan mudah ia kerjakan. Saat itu ada yang sedikit aneh pada diriku, entah kenapa apa yang sudah aku persiapkan dari rumah tiba-tiba hilang di pikiran. Rumus-rumus yang sudah kuhapal malam tadi tiba-tiba hilang di ingatan, sehingga soal yang mudahpun aku tidak dapat mengerjakannya, sedangkan dinda dengan tenang mengerjakan soal-soal tersebut sehingga aku sering kalah cepat dalam menyelesaikan soal-soal yang kami bahas hari itu. Aku sendiri bingung mengapa itu bisa terjadi, mungkin aku sedikit gugup. Untung saat itu aku dapat menjaga sikap agar tidak salah tingkah di depannya. Di tengah heningnya suasana karena kami sedang berpikir, tak terasa sumber energi terbesar di muka bumi tampaknya sudah mulai bersembunyi secara perlahan dengan disertai gelombang elektromagnetik yang berupa cahaya berwarna kemerahan menambah indahnya suasana sore hari itu. Adzan maghribpun terdengar dan akupun pergi ke mesjid yang ada di dekat rumah dinda untuk sholat sedangkan dia sholat di rumah, karena berdasarkan hadits yang pernah kudengar bahwa seorang laki-laki itu lebih utama sholat di mesjid sedangkan wanita itu lebih utama sholat di rumah.

Sepulangnya dari mesjid kamipun melanjutkan belajar dan kebetulan besok kami ada ulangan yang sama namun di jam yang berbeda. Jadi, sekalian belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ulangan keesokan harinya. Entah mengapa saat itu aku begitu mudah mengingat apa yang aku pelajari tidak seperti biasanya, susah dan harus mengulang beberapa kali. Mungkin kalau setiap hari aku belajar dengannya akan membuatku mudah untuk  mengingat apa yang aku pelajari. Namun, kata ayahku seorang muslim laki-laki itu tidak boleh terlalu sering berdekatan dengan wanita muslimah lainnya karena itu akan dapat menimbulkan fitnah. Dan selama belajarpun sedaya upaya aku menjaga jarak dengannya karena itulah benih yang pernah ditanamkan oleh ayahku di rumah. Ayahku tidak melarang aku untuk berpacaran, asal tidak mengganggu belajar di sekolah dan masih dalam batas kewajaran ayahku masih memperbolehkan. Adik-adik dan kakakku sendiri sudah pernah pacaran dan aku saja yang belum, sehingga terkadang aku sering disindir oleh mereka saat malam minggu tiba.

Keesokan harinya dengan tenang aku dapat mengerjakan soal ulangan harian dan alhamdulillah aku memperoleh nilai yang baik. Ternyata tidak sia-sia perjuanganku semalam belajar bareng dengannya. Saat bel istirahat berbunyi, aku pergi ke mesjid untuk melaksanakan sholat dhuha. Saat aku melintasi ruang majelis guru aku bertemu dengan dinda. “Assalamu’alaikum dinda.. gimana tadi ulangannya?” kataku dengan lembut. “wa’alaikumsalam dhani. Alhamdulillah bisa aku kerjakan. Aku ke kantin dulu ya...” balasnya sambil berjalan menuju kantin. Setiap kali kami bertemu kami memang selalu memberi salam karena kata ayahku salam itu mendo’akan saudara-saudara kita sesama muslim. Terkadang karena kami terlalu sering mengucapkan salam, sampai-sampai aku pernah salah memberi salam kepadanya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar