Minggu, 28 Agustus 2011

Cerpen "Cinta Matematika" Part 2


Malam minggu ini sedikit berbeda dari biasanya. Dewi malam bersinar dengan begitu terang dan bintang-bintangpun saling berkedipan seolah bermain mata denganku. Saat kupandang langit malam itu, yang aku pikirkan saat itu adalah apakah bintang yang kukagumi  saat itu juga bersinar sama halnya dengan bintang-bintang yang ada di langit. Aku hanya bisa berdo’a agar dapat melihat senyum di tidurnya malam ini. “ma, pa, adek pergi dulu ya..” kata adik cowokku. “ia, hati-hati. Jangan pulang malam.” Kata orang tuaku. “tak kerumah si kawan bang? Yasinan.. haha..” sindir adikku. “udah kok, kemaren malam jum’at yasinannya. Kamu kan malam mingguan jalan-jalan, nah abang malam jum’atan tapi yasinan. Hehe..” balasku sambil sedikit tertawa. “ya udahlah bang. Adek pergi dulu, pokoknya kalau dah jadian ditunggu pj nya yaa.. haha.. yok bang, assalamu’alaikum” kata adikku sambil menghidupkan motornya. “ hepelehh.... haha.. oke wa’alaikumsalam. Hati-hati..” balasku. Itulah sindiran yang kudapat dari adikku saat malam minggu tiba, meskipun itu hanya canda saja namun secara tidak langsung menyadarkanku. Aku tidak tersinggung ketika adikku menyindirku, karena itulah yang membuat tali persaudaraanku dengannya semakin kuat terikat.

Selain adikku yang cowok, kakakku juga terkadang keluar pada malam minggu, sedangkan adikku yang cewek sering ikut orang tuaku kalau ada acara malam itu. Aku juga malam itu ngedate sama salah seorang teman yang selalu kubawa ke sekolahku, matematika. Ya, karena hari senin aku ada ulangan matematika dan materinya banyak aku harus menyicil belajarnya di malam minggu. Terasa sedikit berbeda memang, namun itulah yang kujalani dan aku merasa nyaman buat ngejalaninnya, meskipun terkadang timbul rasa iri namun segera kusingkirkan dari pikiran.

Setelah aku selesai belajar, aku mencoba mengambil hpku dan mengirim sms ke dinda. Memang agak lama dia membalasnya, mungkin dia sedang sibuk. Namun, aku tidak mempermasalahkan hal itu, sudah dibalas dinda saja syukur, masalah kedepannya gimana itu urusan nanti, yang penting perlahan namun pasti. Aku memang sudah lama suka sama dinda, namun aku belum pernah mengungkapkan apa yang ada di dalam hati karena aku masih belum merasa yakin apakah dia juga mempunyai perasaan yang sama denganku ataukah hanya sebatas teman saja. Terkadang aku bisa merasakan kalau dia juga suka padaku, namun terkadang juga dia sering menanggapiku dengan biasa-biasa saja. Oleh karena itulah aku masih belum yakin apa sebenarnya yang ada di dalam hatinya yang sulit untuk ditebak, seperti sebuah bilangan yang dibagi dengan 0 yang tidak akan terdefinisi hasilnya, begitu juga dengan isi hati dinda. Namun, aku tidak peduli dengan hal itu, yang penting selama fungsi kuadrat di hatinya masih mempunyai akar-akar yang real dan bukan tak hingga aku masih berusaha mencari hasilnya sekalipun sampai menggunakan rumus ABC yang pernah diajarkan oleh guru matematikaku.
***

Selalu ada cara agar aku bisa dekat dengannya. Mungkin dapat dikatakan saat itu aku sedang pdkt, begitulah yang dikatakan oleh teman-temanku. Yang aku tau, kalau pdkt itu dapat dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih. Aku juga sudah mencoba melakukannya, namun dinda ini sedikit berbeda orangnya. Dia tidak begitu suka dengan cowok yang terlalu rajin memberi perhatian kepadanya, dia menganggap itu sedikit berlebihan meskipun dia tidak pernah mengatakan itu secara langsung. Dinda tetap menghargai kalau ada cowok yang memberi perhatian yang lebih kepadanya, dan secara perlahan ia memberi pengertian agar tidak terjadi kesalahpahaman. Seperti saat aku menyelesaikan fungsi limit yang berbentuk akar yaitu dengan mengalikan faktor sekawan, aku juga mencoba mendekati teman-temannya menanyakan apa yang dia sukai dan apa yang dia benci. Sampai aku mengetahui bahwa ia menyukai warna cokelat. Karena warna itu yang dia sukai, jadi di hari jum’at dia sering memakai jilbab putih dan bros yang berwarna cokelat.

Teman-teman sekelasku mendukung apa yang aku lakukan. Namun, terkadang mereka merasa jengkel kenapa aku masih belum juga mengungkapkan perasaanku pada dinda. Dengan ketenangan aku memberi pengertian kepada mereka. Ada juga temanku yang menyarankanku untuk berpindah hati. Namun, seperti nilai maksimum kurva y = sin x yakni 1, begitu juga dengan dinda yang hanya satu diciptakan oleh Tuhan di dunia ini. Memang masih banyak ikan di laut, namun apakah aku masih dapat bertemu dengan ikan yang sama yang pernah kutemui sebelumnya, mungkin yang mendekati ada tapi aku rasa pasti akan berbeda meskipun hanya sekecil jari-jari elektron dalam suatu inti atom.
***

Suatu malam yang dingin, aku tidur lebih awal karena aku kecapean. Tadi pagi aku pulang telat dari sekolah karena ada pertandingan futsal di sekolah yang sudah menjadi rutinitas tahunan di sekolahku. Karena itu, sehabis aku melaksanakan sholat isya, aku tertidur dengan pulasnya. Namun beberapa jam kemudian, aku dibangunkan oleh lagu nasyid yang menjadi nada smsku saat itu. Pada awalnya aku malas untuk membuka sms itu, namun ketika kulihat di layar hp aku langsung kaget. Ternyata dinda yang mengirim sms, dia mau minjam buku matematikaku karena besok dia mau ulangan. Langsung aku balas sms itu dan akupun langsung mencuci muka dan segera pergi kerumahnya. Ketika di perjalanan aku teringat bahwa aku juga ada ulangan matematika besok. Sesaat aku menjadi binggung apa yang harus aku katakan kepada dinda. Aku takut malam ini dia tidak bisa belajar dan besok dia tidak bisa mengerjakan soal-soal ulangan yang diberikan oleh gurunya. Dan akhirnya aku mendapat ide, aku singgah ke tempat fotocopy dan aku memfotocopy buku itu sebanyak materi yang akan diuji saat ulangan besok.

Sesampainya di rumah dinda, aku melihat pintu rumahnya masih terbuka meskipun sudah malam. Namun, 3 kali aku memberikan salam tidak ada balasannya. Kata ayahku, kalau kita bertamu ke rumah orang mengucapkan salam cukup 3 kali saja. Agar aku bisa meminjamkan buku itu kepada dinda, akupun mengirim sms kepadanya agar dia dapat keluar sebentar untuk mengambil buku yang akan aku pinjamkan kepadanya. “assalamu’alaikum dinda. Afwan, aku di depan rumahmu. Jadi kan minjam bukunya?” kataku lewat sms. “wa’alaikumsalam dhani. Oh iya.. tunggu ya, aku keluar ni..” balasnya. Dan beberapa saat kemudian dinda keluar dari rumahnya. “aduh, maaf ya dhani, udah merepotkanmu, aku belum ada bukunya jadi minjam deh, besok kami ulangan.” katanya. “oh, gak apa kok dinda. Aku senang bisa bantu kamu. Besok jam keberapa emang ulangannya?” tanyaku sambil memberikan buku yang aku pinjamkan kepadanya. “jam pertama dhan, moga aja gak susah” ucapnya. “oh, ya, kapan kalian ulangan?” tanya dinda kepadaku. Saat itu dengan spontan aku menjawab “minggu depan dinda..” kataku. Padahal besok aku juga ada ulangan yang sama dengannya namun berbeda jam pelajaran. “oke deh, aku pulang dulu ya dinda, selamat belajar. Assalamu’alaikum..” kataku sambil naik ke motorku. “ia, makasih ya dhani. Hati-hati ya.. wa’alaikumsalam..” katanya sambil tersenyum kepadaku. Rasanya malam itu aku sangat senang karena bintang yang kukagumi dapat kulihat senyumnya, malam itu seolah sebuah fungsi telah menemukan nilai maksimumnya.

Mungkin sebagian teman-temanku menganggap apa yang aku lakukan ini sedikit berlebihan. Namun, aku tidak memperdulikan hal itu. Seperti suatu program linear yang pernah kupelajari di sekolah mempunyai suatu fungsi objektif yang merupakan fungsi tujuannya, aku juga mempunyai tujuan mengapa aku mau melakukan hal itu kepadanya. Aku hanya ingin besok dia tidak sedih karena tidak mempunyai buku untuk dipelajari malam ini, sedangkan besok dia akan ulangan. Jadi, apa yang selama ini aku lakukan hanya ingin melihat senyumnya. Karena kutahu hal yang paling indah ketika menyayangi seseorang adalah aku dapat melihat senyumnya meskipun senyum yang begitu indah itu bukan untukku.
***

Hari demi haripun berlalu, aku merasa semakin dekat dengan dinda meskipun aku tidak mengetahui apakah makna dari kedekatan itu. Aku semakin sering mengantarnya pulang dan kami juga sering belajar bersama terutama pelajaran matematika yang kebetulan merupakan pelajaran yang kami sukai. Kami pernah mengikuti lomba olimpiade matematika di sekolah dan saat itu aku yang berhasil sampai pada tingkat provinsi. Awalnya aku merasa sedih karena dia belum berhasil saat itu. Namun, dengan motivasi orang tuaku aku kembali berlomba di tingkat provinsi. Di sana aku berharap dia akan mendukungku, namun ternyata belum saatnya. Memang dia mengirim sms kepadaku untuk menyemangati aku saat berlomba namun itu karena salah seorang temanku menyindirnya sehingga dia memberi semangat itu kepadaku. Meskipun begitu aku tetap senang karena dinda masih mau melakukan hal itu.

Setiap harinya aku bertemu dengan dinda dan seperti biasa aku mengucapkan salam kepadanya dan dengan senyum indah yang khas di wajahnya ia menjawab salamku dan itulah yang menjadi salah satu penghapus kesedihanku dan solusi dalam setiap masalahku. Memang dinda jarang membantuku menyelesaikan masalah dan menghapus air mataku disaat aku sedang sedih. Namun, dengan aku melihat senyumnya itu aku sudah merasa tenang sehingga memudahkanku untuk menyelesaikan setiap masalah hidupku, baik itu masalah pelajaran di sekolah maupun masalah keluargaku di rumah. Mungkin dapat dikatakan senyumnya itu adalah daerah himpunan penyelesaian dari masalah pertidaksamaan linear yang sering kuhadapi dalam hidup. Oleh karena itu, aku selalu berusaha melakukan apa yang bisa membuatnya tersenyum meskipun itu sangat berat untuk dijalani. Namun, bagiku kesenangannya juga kesenanganku. Aku memang tidak mengetahui apa yang dinda rasakan. Apakah yang aku rasakan dan yang dinda rasakan dapat menjadi sebuah fungsi komposisi yang dapat menyatu ataukah hanya menjadi sebuah fungsi invers dalam matematika yang kurvanya sama namun berbeda arah dan letaknya. Aku hanya bisa berharap apa yang aku rasakan tidak sama dengan titik pusat suatu persamaan lingkaran sederhana yakni 0,0 yang berarti tidak ada apa-apa. Kalau seandainya memang dinda belum bisa membuka hatinya dan belum mengizinkan aku mengucapkan salam di depan pintu hatinya serta menanamkan benih di sana, aku tetap bersyukur karena dapat mengenal wanita seperti dinda yang belum pernah kutemui sebelumnya. Dan aku berharap suatu saat dapat dipertemukan kembali dengannya atau bertemu seseorang yang mungkin mirip dengannya. Seperti sebuah akar dari bilangan negatif yang merupakan imajiner, begitu juga dengan dinda yang menjadi mimpi indah yang selalu kubayangkan.

Perjalanan cintaku di SMA ini memang sedikit berbeda dan agak rumit. Namun, terkadang juga kisah itu menjadi sesuatu yang unik. Tergantung bagaimana aku menyikapinya. Hidup memang tidak semudah dibayangkan. Sekali lagi, kalau boleh aku kaitkan, hidup itu seperi kurva y = sin x yang dimulai dari titik 0, ada kalanya berada pada nilai maksimum dan ada kalanya berada pada nilai minimum dengan interval tertentu. Begitu juga dengan hidup ini yang kita mulai dari suatu awalan yakni dari 0, ada saatnya kita berada di atas dan ada saatnya juga kita berada di bawah. Saat di atas kita tidak boleh lengah dan saat di bawah kita juga tidak boleh cepat putus asa. Yang jelas kita harus tetap yakin dengan apa yang kita perjuangkan. Begitu juga kisah cintaku yang mungkin penuh dengan perjuangan. Karena matematika aku mulai mengenal artinya cinta, karena matematika aku dapat melihat senyum seseorang yang telah mengajarkanku arti dari sebuah pengorbanan, dan karena matematika juga yang membuat kisah cintaku ini seolah merupakan soal-soal yang harus aku cari himpunan penyelesaiannya, jadi dapat dikatakan cintaku ini dengan sebutan cinta matematika.
-*-*-

Cerpen "Cinta Matematika" Part 1



Ini adalah cerpen yang aku buat saat duduk di kelas 3 SMA. Sebelumnya aku minta maaf, tidak ada maksud untuk menyinggung hati siapa saja, namun ini hanya mengungkapkan apa yg ada di hati saat itu. Dan kayaknya ini cerpen yang terpanjang deh di kelasku waktu itu. Haha.. Selamat membaca :D



Cinta Matematika

“Allahu akbar... Allahu akbar...” suara merdu sang muadzin perlahan terdengar olehku, seolah panggilan itu mengakhiri ekspedisiku sejak malam tadi di dunia mimpi. Dengan kondisi mata yang masih mengantuk, aku mencoba untuk membangunkan diri dan kemudian pergi ke kamar mandi untuk berwudhu dan kemudian melaksanakan ibadah sholat shubuh. Shubuh kali ini terasa sedikit berbeda dan tidak seperti biasanya. Udara segar yang kuhirup hari ini merupakan awal langkahku untuk kembali mengejar cita-cita yang sudah lahir sejak dulu. Seketika aku teringat dengan senyuman seseorang yang secara tidak langsung dan tanpa kusadari menjadi motivasi untuk segera pergi ke sekolah. Waktupun cepat berlalu, akupun mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah hari ini. Setelah itu, kupanaskan motorku dan kemudian menyantap sarapan yang sudah disediakan oleh ibuku. Setelah merasa kenyang, akupun berpamitan kepada kedua orang tuaku. “Dhani pergi dulu ya. Assalamu’alaikum...” ucapku dengan suara lembut sambil mencium tangan kedua orang tuaku. “Iya, hati-hati nak, belajar yang baik. Wa’alaikumsalam...” kata kedua orang tuaku. Dengan do’a dan restu dari kedua orang tuaku itu aku memulai langkah awalku pagi ini. Hari ini aku harus kembali menyusun persamaan kuadrat baru agar mimpi yang berupa cita-citaku itu dapat terwujud nantinya.

Sesampainya disekolah akupun langsung berjalan menuju kelasku yang ada di gedung bagian atas. Sama seperti biasanya, masih sedikit teman-temanku yang datang ke sekolah pagi itu. Kebetulan pada hari itu sedang tidak ada PR, jadi suasana di kelas tidak begitu ramai seperti biasanya. Jika ada PR atau tugas, keadaan di kelas seolah seperti pelajaran sudah dimulai karena masing-masing murid sedang sibuk mengerjakan PR mereka. Hal ini bukan merupakan suatu keanehan, karena memang tidak dapat dipungkiri lagi hal itulah yang sudah menjadi suatu kebiasaan apalagi anak-anak SMA seperti aku ini. Namun, meskipun merupakan suatu kebiasaan buruk yang harus ditinggalkan, justru karena itulah yang membuat suasana di ruangan kelasku tidak sunyi. Kring..kring...kring..., bel tanda masukpun berbunyi, dan akupun duduk di kursiku, siap untuk menimba ilmu hari ini.

Selang beberapa saat kemudian, gurupun masuk ke kelas kami. Pelajaran pertama adalah matematika, sebuah pelajaran yang selalu menjadi sesuatu yang menakutkan bagi siswa SMA. Bahkan salah seorang temanku pernah mengganti kata “matematika” menjadi “mematikan”. Namun, itu hanya gurauan temanku untuk membuat suasana di kelas tidak sunyi. “Oke.. anak-anak.. hari ini kita belajar tentang limit fungsi..” kata guru saat itu. Seketika muncul rasa khawatir di hatiku karena takut tidak dapat mengikuti pelajaran tentang materi tersebut. Namanya saja fungsi limit, berarti mempunyai batas-batas tertentu dalam penyelesaiannya. Untung saja tidak ada pelajaran tentang unlimit fungsi, mungkin itu merupakan materi yang paling susah di SMA karena hasilnya tidak akan ada batasnya. Namun, meskipun pelajaran itu sulit bagiku, mau tidak mau aku harus mencoba untuk memahaminya.

Saat pelajaran sedang berlangsung, tiba-tiba pintu kelas kami berbunyi karena ada yang mengetuknya. “Assalamu’alaikum.. permisi pak mau ngumumin sesuatu.” Suara yang tidak asing lagi kudengar dan ketika kulihat ke arah pintu, ternyata senyuman yang menjadi motivasi belajarku yang kulihat saat itu. Teman-temanku langsung ribut. “ciekkk.ciekkk... mau nyariin dhani ya? Hahaha...” kata teman-temanku sambil melihat aksiku yang sedikit salah tingkah. “apalah kalian ini.. “ kataku sambil tersenyum malu. Cewek berjilbab yang masuk saat itu adalah dinda, seorang anak kelas XII IPA C yang kelasnya tidak begitu jauh dengan kelasku XII IPA A. Dan akhirnya diapun memberikan pengumuman meskipun terkadang kata-katanya terhenti sejenak karena teman-temanku yang usil mengejeknya. Setelah selesai memberikan pengumuman diapun pergi meninggalkan ruang kelas kami. “alaaahhh... dah pergi pulak.. hahaha...” ejek teman-temanku. “ntar ketemu lagi kok. Hehe..” balasku dalam hati.

Aku memang sering diledekin oleh teman-temanku setiap kali cewek berjilbab itu masuk ke kelas. Karena memang saat itu dialah yang sempat lewat di depan pintu pagar hatiku, yang selalu ingin kulihat senyumnya. Banyak teman-temanku yang mungkin menyukai seorang cewek karena kecantikannya, namun aku sendiri merasa bingung mengapa wajahnya yang singgah di pikiranku saat aku belajar di malam hari. Menurutku sendiri, kalau seseorang mengetahui apa yang dia suka dari orang yang ia sukai berarti ia hanya mengaguminya saja. Namun, ketika mereka tidak mengetahui apa yang membuat mereka menyukai seseorang berarti itulah mungkin yang dinamakan cinta.

Pagi itu tak terasa waktu berlalu begitu cepat, pelajaran yang biasanya terasa lama dijalani menjadi seolah hanya sedetik kurasakan, apa karena senyuman mentari pagi yang kulihat di dekat pintu kelasku saat itu ataukah hanya perasaanku saja.
***


Banyak orang yang mengatakan bahwa SMA itu adalah masa-masa yang indah. Karena disaat itulah seseorang sudah mulai menemukan jati dirinya. Di masa itu juga sebuah kata yang mungkin sering kurasakan namun belum dapat dideteksi sudah mulai berkembang. Cinta, mungkin terkesan sedikit aneh namun itulah yang kurasakan. Kata yang sudah tak asing ini dapat membuat seseorang berubah 180 derajat dan juga dapat membuat seseorang memiliki pemikiran yang sangat singkat. Kalau boleh dikaitkan, cinta itu seperti kurva y=tan x dalam pelajaran matematika yang tidak pernah berpotongan sehingga tidak ada ujung dan pangkalnya. Begitu juga dengan cinta, yang datang dengan tiba-tiba tanpa permulaan dan dapat hilang begitu saja tanpa akhir. Jadi, dapat dikatakan di masa SMA itu seseorang sudah mengenal apa yang disebut dengan cinta. Dan tidak dipungkiri lagi seorang bintang sekolah sekalipun secara tidak langsung akan merasakan hal yang sama. Begitu juga diriku yang diciptakan oleh Tuhan dari seonggok tanah, sama dengan teman-temanku yang lainnya. Namun, mungkin bedanya mereka mempunyai sedikit keberanian dan berada selangkah di depanku dalam mengejar satu kata yang bermakna itu.

Dinda, wanita berjilbab yang pernah kukenal ini merupakan bukti bahwa perasaan itu tidak akan dapat dibohongi apalagi dipermainkan. Karenanya aku dapat merasakan masa-masa indah di SMA seperti teman-temanku pada umumnya, karenanya aku mengenal arti sebuah pengorbanan dan karenanya juga aku mengenal apa yang sangat berarti namun sulit untuk dijalani. Aku tidak mengetahui sejak kapan aku mulai suka dengannya, seperti apa yang telah kukatakan rasa itu muncul disaat yang tidak kita duga dan akan hilang begitu saja. Mungkin senyumnya yang membuatku selalu berdo’a di malam hari dan mempunyai semangat untuk pergi ke sekolah di pagi hari. Ah, aku makin bingung sendiri jadinya, yang jelas aku tetap menjalani apa yang sudah menjadi kodratku sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan di bumi ini.

Saat itu kedekatanku dengannya hanya sebatas seorang teman saja tidak lebih dari itu. Namun, tanpa kusadari seolah seperti dua buah kutub magnet yang berbeda jenis muatannya, semakin didekatkan akan saling tarik-menarik, begitulah teori fisika yang pernah kupelajari. Dan mungkin itu juga yang terjadi pada diriku. Pada awalnya aku hanya merasa biasa saja, namun lama-kelamaan aku semakin menyadari sebuah kekuatan tersembunyi mulai menampakkan dirinya. Aku tidak peduli dengan apa yang aku rasakan, yang jelas jangan sampai hal itu mengganggu konsentrasi belajarku di sekolah.

Aku dan dinda sama-sama jurusan ipa sehingga materi yang diberikan oleh guru di sekolah tidak jauh berbeda, sehingga kami juga terkadang belajar bareng kalau ada pelajaran di sekolah yang masih mengganjal di hati. Suatu malam yang terang, hpku bergetar mengisyaratkan bahwa ada sebuah sms yang datang. Ketika kulihat di layar hp, dinda yang mengirim sms itu. Segera kubuka dan kubaca, ternyata dia mengajakku untuk belajar matematika bareng di rumahnya besok pagi. “oke deh dinda.. Jam berapa aku bisa datang kerumahmu?” kataku lewat sms. “besok aku yang sms aja deh, soalnya besok kan hari minggu jadi harus beres-beres rumah dulu deh..” balasnya. “wah.. rajin ya.” Kataku sambil menyisipkan tanda “titik koma tutup kurung” di smsku yang mengisyaratkan hal itu hanya sebuah candaan saja. Cukup lama malam itu kami sms-an sampai akhirnya sms terakhirku tidak dibalas karena dia sudah tertidur. Dan malam itu juga aku membuka buku-buku kelas 1,2, 3 dan mencoba mengulang pelajarannya sebagai persiapanku besok pagi akan belajar bareng di rumahnya.

Keesokan harinya tepat saat ba’da dzuhur dia mengirim sms kepadaku dan mengatakan bahwa aku bisa kerumahnya saat itu. Segera aku berangkat kerumahnya dengan menggunakan motorku. “assalamu’alaikum..”, belum sempat aku mengucapkan salam yang kedua dinda sudah keluar. “wa’alaikumsalam.. dhani. Maaf ni sebelumnya merepotkan. Aku boleh minta tolong anterin ke tempat sodaraku gak? karena ada perlu ni...” katanya kepadaku. “oke.. boleh..boleh.. dengan senang hati.” Kataku sambil sedikit tertawa. “oke deh aku pamitan dulu ya..” kata dinda sambil masuk kerumahnya. Dan akhirnya aku mengantar dinda ke rumah saudaranya, ternyata tidak sampai di situ aja, setelah itu aku mengantarnya ke tempat lain sampai mungkin kira-kira selama 2 jam atau lebih. Dan terakhir aku mengantar dinda ke rumah salah satu temannya untuk meminjam buku. “oke.. abis ni mau kemana lagi?” kataku. “hehe.. udah kita balik aja, udah siap kok.” Katanya sambil sedikit tertawa. Sebenarnya saat itu mungkin aku merasa lelah namun memang benar kata salah seorang temanku yang mengatakan bahwa rasa suka itu bisa memberikan sebuah kekuatan.

Sesampainya di rumah, kami pun langsung memulai rencana kami sebenarnya hari itu yakni belajar bareng. Dengan memulai mengerjakan satu soal matematika, kami mengerjakan bersama-sama. Dinda ialah seorang anak yang cerdas, soal-soal yang mungkin bagi sebagian siswa susah untuk dikerjakan dengan mudah ia kerjakan. Saat itu ada yang sedikit aneh pada diriku, entah kenapa apa yang sudah aku persiapkan dari rumah tiba-tiba hilang di pikiran. Rumus-rumus yang sudah kuhapal malam tadi tiba-tiba hilang di ingatan, sehingga soal yang mudahpun aku tidak dapat mengerjakannya, sedangkan dinda dengan tenang mengerjakan soal-soal tersebut sehingga aku sering kalah cepat dalam menyelesaikan soal-soal yang kami bahas hari itu. Aku sendiri bingung mengapa itu bisa terjadi, mungkin aku sedikit gugup. Untung saat itu aku dapat menjaga sikap agar tidak salah tingkah di depannya. Di tengah heningnya suasana karena kami sedang berpikir, tak terasa sumber energi terbesar di muka bumi tampaknya sudah mulai bersembunyi secara perlahan dengan disertai gelombang elektromagnetik yang berupa cahaya berwarna kemerahan menambah indahnya suasana sore hari itu. Adzan maghribpun terdengar dan akupun pergi ke mesjid yang ada di dekat rumah dinda untuk sholat sedangkan dia sholat di rumah, karena berdasarkan hadits yang pernah kudengar bahwa seorang laki-laki itu lebih utama sholat di mesjid sedangkan wanita itu lebih utama sholat di rumah.

Sepulangnya dari mesjid kamipun melanjutkan belajar dan kebetulan besok kami ada ulangan yang sama namun di jam yang berbeda. Jadi, sekalian belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ulangan keesokan harinya. Entah mengapa saat itu aku begitu mudah mengingat apa yang aku pelajari tidak seperti biasanya, susah dan harus mengulang beberapa kali. Mungkin kalau setiap hari aku belajar dengannya akan membuatku mudah untuk  mengingat apa yang aku pelajari. Namun, kata ayahku seorang muslim laki-laki itu tidak boleh terlalu sering berdekatan dengan wanita muslimah lainnya karena itu akan dapat menimbulkan fitnah. Dan selama belajarpun sedaya upaya aku menjaga jarak dengannya karena itulah benih yang pernah ditanamkan oleh ayahku di rumah. Ayahku tidak melarang aku untuk berpacaran, asal tidak mengganggu belajar di sekolah dan masih dalam batas kewajaran ayahku masih memperbolehkan. Adik-adik dan kakakku sendiri sudah pernah pacaran dan aku saja yang belum, sehingga terkadang aku sering disindir oleh mereka saat malam minggu tiba.

Keesokan harinya dengan tenang aku dapat mengerjakan soal ulangan harian dan alhamdulillah aku memperoleh nilai yang baik. Ternyata tidak sia-sia perjuanganku semalam belajar bareng dengannya. Saat bel istirahat berbunyi, aku pergi ke mesjid untuk melaksanakan sholat dhuha. Saat aku melintasi ruang majelis guru aku bertemu dengan dinda. “Assalamu’alaikum dinda.. gimana tadi ulangannya?” kataku dengan lembut. “wa’alaikumsalam dhani. Alhamdulillah bisa aku kerjakan. Aku ke kantin dulu ya...” balasnya sambil berjalan menuju kantin. Setiap kali kami bertemu kami memang selalu memberi salam karena kata ayahku salam itu mendo’akan saudara-saudara kita sesama muslim. Terkadang karena kami terlalu sering mengucapkan salam, sampai-sampai aku pernah salah memberi salam kepadanya.
***

Inikah rasanya "Punya blog"


Ketemu lagi kita.. kali ini ak sedikit mau ceritain gimana asal mulanya ngblog. Berawal dari sering galau tak menentu,haha.. mulai terbesik di pikiran buat nyoba nulis, dan terpikir untuk buat blog. Dan atas bantuan info dari salah seorang temanku yg berinisial AMAL (baca A EM A EL), akhirnya kutemukan situs blog ini. oh ya, ngomong" temanku yg satu ini. Dia cewek tapi mengaku cowok. *ampun mal soalnya emang gayanya kayak cowok, mentalnyapun demikian. Tapi, setelah udah pake jilbab, wew udah keliatan ceweknya. :D haha..


Well, jd awalnya bingung mau namain blognya apa, jd setelah dipikirkan akhirnya aku namakan blog ini dengan judul "Inikah Rasanya". Dijamin kalian pernah dengar kata-kata ini kan? Yoyoi, inikah rasanya adalah sebuah sebuah sinetron yang ditayangkan di SCTV mulai 1 September 2003 hingga 12 Juli 2005. Jumlah episodenya ialah 98. Sinetron ini diproduksi oleh Rapi Films (from wikipedia). Bisa dibilang itu adalah sinetron favorit anak muda saat itu. Dan dulu ak juga sempat suka dikit ama salah seorang pemainnya ceweknya. haha.. di kelasku #espresso juga ada yg mirip sama dia. haha..


Nah, tapi blogku ini bukan seperti film tersebut, memang judulnya aja yg sama tapi isinya beda. Blog yg aku buat ini mungkin bisa dibilang curahan hati, pengalaman hidup, dan ada jg yg hanya fiktif belaka. Tapi bukan tempat galau yaa. Meskipun isinya mungkin nantinya seperti orang yg sedang galau, ya anggap ajalah itu curhat. haha.. Sesuai dengan namanya juga, disini yg aku tuliskan adalah yg pernah aku rasain dan kebanyakan semua itu baru pertama kali jd belum tau gimana rasanya.


O ya, sebelumnya aku mau minta maaf jikalau nanti ada kesamaan nama, kisah ataupun menyinggung hati para pembaca, tidak ada maksud untuk menyinggung kok, mungkin karena kebetulan aja. Dan mohon kritik dan sarannya sebagai masukan.


Oke deh, sekian dulu, ntar ada waktu aku akan kembali.

#Terima kasih sudah membaca :)

Minggu, 14 Agustus 2011

Kenalan dulu


Assalamu’alaikum...
Para pembaca sejati :D

Semoga kalian semua selalu dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Kenalin nama “gue”, eh gk cocok lah pake “gue” kayaknya. Hehe... Kenalin namaku Syahru Ramadhan Indra, 2 kata pertama di ambil dari Al Quran surat Al Baqarah ayat 185 (ehm..bakat ketua masih ada. Hehe..), sedangkan 1 kata terakhir adalah nama ayahku. Namaku ini termasuk paling mudah ditemui, coba aja search di google “Syahru Ramadhan”, dijamin banyak dgn berbagai wajah yg berbeda, ada yg ganteng dan ada juga yg tdk jelek. Haha.. Tapi saat pertama kalinya ak nangis di dunia ini (pas lahir maksudnya), ayahku menyelipkan namanya di namaku. Dan kayaknya kalo nyari di google “Syahru Ramadhan Indra” mungkin yg muncul adalah facebook ataupun twitterku (@syahru_rmdhn di add yaa.. eh, follow maksudnya.*promosi).

Aku biasa dipanggil syahru atau ru aja, NOT SARU, krn “saru” dalam bahasa jepang artinya tidak baik. Tapi, waktu SMA kelas 2 pertama kalinya aku dipanggil dgn sebutan “syah” gk tau gara” apa dipanggil gitu dan yg manggil itu si Victoria Amanda P ama Miftahur Rizki, sepasang kekasih yg gak tau kapan jadian kpn putusnya. Haha.. lumayan unik si didengernya, makasih buat yg manggil. Hehe.. Dan yg sempat mengejutkan, aku pernah dipanggil ama guru kimiaku dgn nama DONI, gak nyambung kan? Eeitss, jgn salah, kata DONI itu berasal dari Romadhon I (dibaca akan kedengaran doni), krn di absen kelas namaku kepanjangan jd cuma ditulis Syahru Ramadhan I. (bkn Ramadhani, krn itu nama cewek).

Saat pertama kali ada di dunia ini, ak sudah ada di batam tgl 13 Maret 1993 dan kalo tidak salah itu bertepatan dgn tgl 20 Ramadhan 1414 H. Makanya namaku ada ramadhan nya. Pernah sekolah di SDN 003 sekupang, SMPN 3 Batam, SMAN 1 Batam, dan alhamdulillah sekarang kuliah di Universitas Riau jurusan Teknik Elektro, zrrrtttt..., awas yg dekat kesentrum ntar. Haha..

Kalo ditanya gimana sifat aku, yg bs jawab cuma mereka yg pernah kenal aku, krn mereka yg bisa menilainya. Hehe..

Oke deh, cukup sekian dulu perkenalan kita, gk enak kepanjangan ntar. Kita lanjut di facebook atau twitter aja yaa.. :D
Wassalam..